Dari Rio Mukti, Perempuan Tani Menyuarakan Harapan Lewat Workshop CSR

pojokDONGGALA | Hujan sore belum reda ketika tenda kecil di tengah Desa Rio Mukti, Kecamatan Rio Pakava, berubah menjadi ruang belajar yang hidup. Di sana, suara perempuan—yang selama ini kerap tersembunyi di balik tumpukan jerami dan ladang sunyi—mulai menggema. Mereka adalah para petani, ibu rumah tangga, sekaligus pemimpin komunitas masa depan, yang tengah mengikuti Workshop CSR untuk Pemberdayaan Perempuan Tani.
Inisiatif ini digagas oleh Relawan untuk Orang dan Alam (ROA) Sulteng sebagai upaya memperkuat peran perempuan dalam pembangunan desa melalui pendekatan Corporate Social Responsibility (CSR) yang responsif gender. Fokusnya jelas: mendobrak ketimpangan akses dan mempertemukan perempuan tani dengan potensi sumber daya yang selama ini tak terjamah.
“Perempuan seringkali jadi tulang punggung ekonomi keluarga petani, tapi belum mendapat ruang yang setara,” ujar Rizal, fasilitator dari ROA. “Melalui CSR yang adil gender, kami ingin perempuan punya tempat yang layak di meja dialog dan pembangunan.”
Di ruang belajar sederhana itu, puluhan perempuan dari Kelompok Maju Jaya menggenggam buku catatan sambil mendengarkan pemaparan tentang strategi pengorganisasian, pemetaan sumber daya desa, hingga teknik dialog dengan pihak perusahaan yang beroperasi di sekitar wilayah mereka.
Nengah Wantri, Ketua Kelompok Maju Jaya, berbicara dengan mata berbinar. Ia tak lagi bicara tentang menunggu.
“Selama ini kami menunggu. Sekarang kami ingin bergerak,” katanya tegas, disambut anggukan semangat dari rekan-rekannya.
Workshop ini tak berhenti pada teori. Para peserta juga diajak menyusun agenda kerja dan simulasi lobi kepada perusahaan terkait skema CSR yang pro-komunitas. Di akhir sesi, mereka menyepakati serangkaian pelatihan lanjutan yang disesuaikan dengan kebutuhan kelompok—mulai dari kewirausahaan pertanian, akses pasar, hingga literasi digital sederhana.
Lebih dari sekadar workshop, kegiatan ini jadi cermin perubahan arah: dari penerima manfaat menjadi pencipta gagasan. Dari suara yang dahulu pelan, menjadi gema yang berani mengusik struktur.
Workshop CSR di Desa Rio Mukti bukan hanya tentang proyek sosial; ia adalah langkah kecil menuju kemitraan yang adil, tempat perusahaan tak lagi hadir sebagai pemberi, tapi sebagai mitra sejajar yang bekerja untuk kesejahteraan kolektif.
Dan dari ladang-ladang yang biasanya sunyi, kini mulai tumbuh suara: suara perempuan yang tidak hanya ingin didengar, tetapi juga menentukan arah. (bmz)